Selasa, 22 Maret 2011

Esensi Bahasa Indonesia Dalam Dunia Pendidikan.


Bahasa Indonesia adalah dialek baku Bahasa Melayu yang pokoknya berasal dari Bahasa Melayu Riau, hal ini sesuai dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia".
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 18 Agustus tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Pendek kata, Bahasa Indonesia akan terus berkembang laksana berkembangnya zaman.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa, sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. “Kami berbahasa satu, Bahasa Indonesia”. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu dan bahasa persatuan. Dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu, seperti bahasa Bahasa Jawa, Sunda, Batak, Bugis dan lain sebagainya.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai beberapa fungsi yang perlu dicermati, pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi negara. kedua, ia adalah alat perhubungan bagi kepentingan roda pemerintahan dan pembangunan. Selanjutnya, Bahasa adopsi dari Bahasa Melayu ini merupakan alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Terakhir, bahasa yang bermula dari ejaan van Ovhuysen ini ialah bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lembaga-lembaga pendidikan harus dilaksanakan dengan komprehensip sehingga lembaga pendidikan, dalam proses belajar-mengajarnya Bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar dalam penyajian materi-materinya.
Berkaitan dengan hal ini, muncul fenomena menarik dan sebuah kekhawatiran dengan adanya Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI). Kekhawatiran segolongan masyarakat terhadap keberadaan dan eksistensi Bahasa Indonesia dalam SNBI muncul, sebab bahasa pengantar yang digunakan di Sekolah Nasional Berbasis Internasional dalam beberapa mata pelajaran adalah bahasa asing. Padahal kalau kembali ke fungsi Bahasa Indonesia, salah satunya adalah bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.
Seiring dengan itu, munculnya Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI) menimbulkan kegalauan akan hilangnya Bahasa Indonesia di arena pelaku pendidikan. Para pelaku pendidikan akan selalu berkutat dalam bahasa Internasional, sehingga bahasa warisan bangsa akan semakin lapuk dimakan rayap moderenisasi.
Pada dasarnya Kekhawatiran seperti itu adalah hal yang biasa, namun jika desas-desus ini terus bergulir mengikuti perkembangan zaman, maka secara otomatis akan menimbulkan virus-virus yang bisa menciptakan jurang pemisah antara SNBI dengan sekolah non SNBI. Orang tua akan merasa bimbang menitipkan anak mereka. Ada rasa ragu diantara memilih menjaga budaya bangsa dengan mengikuti tren moderenisasi bahasa. Para orang tua akan dilema menentukan posisi dalam masalah tersebut.
Sebenarnya, adanya Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI) tidak perlu memunculkan kekhawatiran akan hilangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan. Hal ini karena penggunaan bahasa asing sebagai pengantar tidak diterapkan pada semua mata pelajaran. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di SNBI hanya diterapkan pada beberapa mata pelajaran.
Memang, intensitas penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses KBM akan menjadi berkurang. Hal itu bisa disiasati dengan lebih mengefektifkan proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran lebih banyak diarahkan kepada hal-hal yang bersifat terapan praktis bukan hal-hal yang bersifat teoretis. Siswa lebih banyak dikondisikan pada pemakaian bahasa yang aplikatif tetapi sesuai dengan aturan berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar