Jumat, 28 Oktober 2011

Candi Muara Takus


Kampar sudah dikenal semenjak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagaimana yang terdapat dalam buku Kertagama. Dalam pemahaman masyarakat Melayu Kampar tentang asal-usul kata Kampar, yaitu dari kata ‘’Ta-Ampau’’ atau hampar  atau boleh dikatakan suatu wilayah yang luas membentang.
Kampar pada masa pra sejarah dan masa kuno diketahui dengan ditemukan beberapa kebudayaan batu besar berupa meja panjang dari dolmen, tugu peringatan (menhir), tangga dari batu dan prasasti-prasasti paling tua, semua benda-benda sejarah itu  ditemukan di pinggir sungai tepatnya di Desa Batu Bersurat.
Batu bersurat sendiri dalam sejarahnya merupakan salah satu gerbang masuk ke ibu kota Sriwijaya yang berada di muara takus. Nama batu bersurat sendiri diambil dari kata batu bertulis yang diperkirakan ditulis pada zaman Kerajaan Sriwijaya di Muara Takus yang ditulis dengan huruf-huruf Pallawa berukuran 2x3 meter.
Kawasan Candi Muara Takus yang dibatasi tanggul kuno sekeliling sepanjang 4.000 meter atau 104 hektare, memiliki empat bangunan candi yang telah direkonstruksi sejak 1970-an. Terdiri dari candi mahligai yang menjulang tinggi berbentuk pagoda, candi tua yang megah dan besar, candi bungsu yang terdiri dari dua komponen bangunan batu bata dan batu pasir, serta candi palangka yang kecil mungil.
Sementara di halaman depan masih tersimpan beberapa struktur bangunan yang terpendam di dalam tanah dalam bentuk gundukan tanah. Menurut para ahli purbakala, stupa ini dibangun sekitar abad 4-9 Masehi.
Muara Takus merupakan asal tempat penyebaran Buddha ke seluruh dunia setelah tempat asal ajaran tersebut (India), mengalami perpecahan dan kemunduran. Muara Takus dipimpin seorang guru besar bernama Salempa Svama Dvipa dianggap sebagai pemersatu Buddha di seluruh dunia.
Ajarannya ini diteruskan Divamkara Shrijnana yang belajar Buddha di Muara Takus selama 12 tahun yang kemudian menyebarkan Buddha ke Tibet, Cina dan Birma

Kamis, 27 Oktober 2011

SUMPAH PEMUDA



 
 
 
SUMPAH PEMUDA

PERTAMA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.

KEDOEA
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.

KETIGA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA