Kamis, 19 Mei 2011

SYIRKAH


A.Pengertian Syirkah
iKata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat[1].
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Menurut para ahli fikih, syirkah adalah akad antara dua orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan[2].
B. Hukum Syirkah
Pensyariatan syirkah adalah sebagaimana di dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma ulama. Didalam Al-Qur’an, sebagaiman firman Allah SWT,
“ ….. maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu….”(An-Nisa:12)
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihi wasalam berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad SAW membenarkannya. Nabi Muhammad SAW bersabda sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra : “Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya” . [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni].[3]
Sedangkan ulama telah berijma’ mengenai boleh syirkah, sebagaimana dikemukan oleh Ibnu al-Mundzir.
C. Rukun dan syarat Syirkah
Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
  • Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
  • Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
  • Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl) Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
  • Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;
  • Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha)
Syarat – syarat yang berhubungan dengan Syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.
A.    Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun dengan yang lain. Dalam hal ini, terdapat dua syarat, yaitu :
                                  1.      Benda yang diakadkan harus dapat diterima sebagai perwalian;
                                  2.      Pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah dan sepertiga.
B.       Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) terdapat duaperkara yang harus dipenuhi, yaitu :
A.    Modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran).
B.     Modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
C.       Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan :
1.      Modal (pokok harta) harus sama;
2.      Bagi yang ber-syirkah ahli untuk kafalah (jaminan)
3.      Bagi yang dijadikan objek akad di syariatkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beliatau perdagangan.
D. Syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
D. Macam-macam Syirkah
            Syirkah terbagi menjadi dua, yaitu:1) Syirkah Amlaak,2)Syirkah Uquud.[4]
      1.Syirkah Amlaak
            Syirkah amlaak adalah kepemilikan lebih dari satu orang terhadap suatu barang, tanpa diperoleh melalui akad. Adakalanya syirkah amlaak bersifat ikhtiar yaitu apabila ia membeli suatu barang yang dibayar mereka berdua maka barangnya menjadi milik berdua, dan barang yang dibeli disebut syirkah milik (amlaak) atau jabari yaitu status kepemilikan sesuatu lebih dari satu orang, karena diharuskan demikian. Artinya, tanpa ada usaha mereka dalam proses kepemilikan barang tersebut.
            Hukum syirkah amlaak adalah teman kongsi tidak berhak bertindak dalam menggunakan milik kongsi lainnya tanpa izin yang bersangkutan. Setiap mereka memiliki hak yang sama. Macam-macam Syirkah Amlaak:
1) Syirkah milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua orang yang bersekutu .
2) Syirkah milk al-jabr kerja sama yang di tetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduannya (secara paksa).
2. Syirkah Uquud
      Syirkah uquud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk bergabung dalam suatu kepentingan harta dan hasilnya berupa keuntungan.
      a. Jenis-jenis syirkah uquud
      1. Syirkah Inan
      2. Syirkah Abdan
      3. Syirkah Wujuh
      4. Syirkah Mufawadhah  
      b.  Rukun Syirkah Uquud.
      Rukun syirkah uquud adalah ijab dan Qabul. Salah satu pihak berkata:” Aku bersekutu/berkongsi denganmu dalam urusan ini atau itu. “ dan yang lainnya berkata: “ Aku terima”.
      c. Hukum Syirkah Uquud
      Madzhab Hanafi membolehkan jenis syirkah diatas. Apabila syarat-syaratnya telah dipenuhi.
      d. Syirkah Inan
Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).
Contoh syirkah inân:
A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).
      e. Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal. Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal,tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].
Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau.
f. Syirkah Wujuh
Syirkah wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam. Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya.
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak.
Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam.
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
g. Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contoh:
 A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
E. Syirkah Hewan
      Ibnu Qayyim membolehkan syirkah pada hewan. Adapun barang yang menjadi milik seseorang di-syirkahkan dengan seseorang untuk dipelihara dengan ketentuan bahwa untung dibagi sesuai dengan kesepakatan.
      Juga sebagaimana yang dikatakan Ibnu Qayyim didalam A’lamul Muwaqqiin, “menurut kami kerjasama pada pohon kelapa dibolehkan dengan jalan bahwa seseorang yang memiliki tanah berkata, “Tanamilah tanah ini dengan pohon itu dan itu, sedangkan hasilnya untuk kita berdua, setengah-setengah.”
F.  Syirkah Asuransi
Syekh Ahmad Ibrahim berfatwa bahwa akad asuransi atas jaminan hidup tidak dibolehkan. Beliau mengatakan “Sesungguhnya hakikat perkara dalam bentuk akad asuransi hidup adalah perkara yang tidak sah”. Untuk menjelaskan hal itu, “sesungguhnya akad asuransi hidup, jika ia membayarnya secara mencicil atau pada masa hidupnya, ia berhak meminta kembali semua jumlah uang yang telah ia setorkan, berikut keuntungan yang mereka sepakati bersama.
Untuk asuransi, hal mana yang disebut akad midhorobah yang dibenarkan menurut hukum syara  
G. Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh. Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah.
Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Shalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
H. Mengakhiri Syirkah
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia.
4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
I. Hikmah Syirkah
Hikmah yang diperoleh dari praktik syirkah adalah :
1.      Menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang bersyirkah;
2.    Membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.
3.      Sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan
4.      Saling membantu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling prcaya,menyadari kelemahan dan kekurangan dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat dan lain sebagainya



[1] Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir,(Surabaya: Pustaka Progressif,1997), hlm. 765
[2] Imam Hasan Al-Bana, Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006),hlm. 317
[3] Maksudnya Allah memberkahi dua orang yang bersekutu dalam urusan harta dan Dia memelihara mereka selama salah seorang di antara keduanya tidak berkhianat. Dan apabila ada yang berkhiant, maka keberkahan akan dicabut.  
[4] Imam Hasan Al-Bana, Fiqih Sunnah,(Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006),hlm. 318

Sabtu, 14 Mei 2011

Lafadz Talqin


بسم الله الرحمن الرحيم
كل شيء هالك إلا وجهه له الحكم و إليه ترجعون. كل نفس ذائقة الموت  وإنما توفون أجوركم يوم القيامة فمن زخرج عن النار   وأدخل الجنة فقد فاز وما الحياة الدنيا إلا متاع الغرور. منها خلقناكم وفيها نعيدكم ومنها نخرجكم تارة أخرى. خلقناكم للأجر والثواب وفيها نعيدكم للدود والتراب. ومنها نخرجكم العرض والحساب. بسم الله وبالله ومن الله وإلى الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم هذا ما وعد الرحمن وصدق المرسلون. إن  كانت أجمعين فقل : هو محمد صلى ا لله عليه وسلم  جاءنا بالبينات من ربه فاتبعناه وآمنا به وصدقنا برسالته. فإن تولوا فقل حسبى الله لا إله إلا  هو. عليه توكلت وهو رب العرش العظيم. واعلم يا عبد الله أن الموت حق، وأن الحساب حق،  وأن الميزان حق، وأن الصراط حق، وأن النار حق، وأن الجنة حق، وأن الساعة  آتية  لاريب فيها وأن الله يبعث من فى القبور. ونستودعك الله. اللهم يا أنيس كل وحيد ويا حاضرا ليس بغائب آنس وحدتنا ووحدته وارحم غربتنا وغربته ولقنه حجته و لا تفتنا بعده واغفر لنا وله يا رب العالمين. سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمدلله رب العالمين.

Terjemahannya:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala sesuatu akan mati kecuali Tuhan. Tuhan Allah yang punya perintah dan kepada-nya kamu dikembalikan.
Tiap-tiap diri akan meresakan kematian dan bahwasanya pahala untukmu akan dicukupkan di hari akhirat. Orang yang beruntung ialah orang yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, kehidupan di dunia ini hanyalah kesenangan sebentar.
“ Dari tanah kami jadikan kamu (untuk mencari upah dan pahala) kepada tanah kami kembalikan kamu(untuk dimakan ulat dan tanah) dan dari tanah kamu akan dikeluarkan (untuk menghadiri padang mahsyar dan untuk melakukan pemeriksaan).
Dengan nama Allah dan dengan Allah dan dari Allah dan kepada Allah dan atas nama Allah dan atas nama agama rasulullah. Inilah yang dijanjikan Tuhan dan benarlah perkataan Rasul-rasul. “Hanya dengan satu suara keras, lantas semua orang dibawa ke hadapan ku” (Yasin:52-53)
Hai Anu anak si Anu, hai hamba Allah, mudah-mudahan Allah mengasihi kamu, dunia dan segala kemegahannya sudah habis untuknmu, sekarang kamu sudah dalam permulaan alam barzakh, maka janganlah engkau  lupakan ikrar yang telah engkau ikrarkan di dunia untuk menempuh akhirat, iaitu pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW, Rasulullah. Kalau datang kepadamu dua orang malaikat dan dan kepada kawan-kawanmu yang sama dengan kamu dari umat Nabi Muhammad SAW maka janganlah engkau terkejut dan takut karena keduanya adalah makhluk Allah serupa kamu juga.
Kalau mereka sudah datang dan mereka dudukkan engkau dan mereka bertanya siapa Tuhan engkau, apa agama engkau, siapa nabi engkau, apa iktikad engkau dan apa yang engkau bawa mati, maka jawablah: “Allah Tuhanku” Kalau mereka Tanya lagi maka jaawablah:”Allah Tuhanku” Kalau mereka Tanya yang ketiga kali, dan itulah kesudahan yang baik, maka jawablah dengan suara yang lantang, tidak takut dan gelisah : Tuhanku Allah, Islam agamaku, Muhammad nabiku, Al-quran imamku, ka’bah kiblatku, sholat kewajibanku, kaum Muslimin saudaraku, Nabi Ibrahim bapaku, dan aku hidup dan mati di atas kalimah Laa ilaaha Ilallah, Muhammad Rasulullah.”
Pegang teguh hai hamba Allah hujah ini, dan ingatlah bahwa engkau akan menetap di alam barzakh hingga sampai hari dibangkitkan.
Kalau kamu ditanya lagi tentang orang yang dirasulkan untukmu dan untuk sekalian makhluk maka jawablah bahwa beliau itu adalah Nabi Muhammad SAW yang membawa kepada kami Al-Quran dari Tuhannya maka mengikut dia, kami imam dengan dia, kami membenarkan kerasulannya. Andai kata orang tidak mau mengikut dia maka apa boleh kami buat, kami hanya akan mengatakan : “Pemimpin kami Allah, tiada Tuhan selain Allah, kepada Nya kami tawakkal dan Dialah Tuhan arasy Yang Besar.”
Ketahuilah, wahai hamba Allah, bahwasanya mati itu adalah benar, turun ke kubur adalah benar, pertanyaan Munkar dan Nakir itu dalah benar, bangkit sesudah mati itu adalah benar, dihitung dosa dan pahala itu adalah benar, timbangan itu adalah benar, syurga itu adalah benar, hari kiamat pasti datang tidak ragu lagi dan bahwasanya Allah akan membangkitkan kembali sekalian orang yang dalam kubur dan kami menitipkan kamu kepada Allah.