Jumat, 25 November 2011

PAHLAWAN MUSIMAN


Logo Sea Games 2011

Euvoria kegembiraan SEA Games sungguh menggelegar diseluruh penjuru nusantara. Setiap hari kita tak sabar duduk didepan pesawat televisi untuk menyaksikan atlet Indonesia bertarung untuk mengharumkan nama besar Indonesia. Bahkan, walau telah menyaksikan secara langsung diarena, kita juga tak mau beranjak dari pesawat televisi ketika ada pemberitaan tentang perhelatan ter-akbar di ASEAN itu. Secerca harapan selalu terlintas di benak kita, semoga perolehan medali Indonesia semakin bertambah.
 Tiap kali atlet kita meraih emas dan bendera Merah putih dikibarkan, tiap kali itu pula kita tergetar dengan dengan mata membasah menahan haru menyaksikan para pahlawan olahraga Indonesia yang memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Suasana seperti ini membuat hari-hari masyarakat Indonesia dalam bingkai nostalgia.
Ditengah impitan nasib sebagian masyarakat Indonesia yang dibawah garis kemiskinan, aksi para atlet Merah putih itu mengubah segala problema hidup sejenak terlupa. Ditengah kegelisahan terhadap maraknya praktek korupsi diantara para pejabat negeri ini, para pahlawan olahraga itu memberikan dorongan semangat bagi ke-Indonesiaan kita. Ditengah banyaknya carut-marut permasalahan hukum yang tak pernah terselesaikan negeri ini, para  pejuang lapangan itu menyihir semua masalah yang ada laksana ditelan bumi. 
Dimanapun pesta itu dihelat,  medali terus mengalir kepada tim Indonesia bak sungai Begawan Solo pada musim hujan. Ini terbukti semenjak Indonesia ikut serta dalam pesta sport bangsa-bangsa se-Asia Tenggara itu (1977), pasukan merah putih langsung menjadi jawara. Bahkan, ketika Indonesia “dicurangi” Thailand pada tahun 1995,  lagu karya WR Supratman itu tetap sering berkumandang.
 Pada tahun 1977 Indonesia menapaki puncak kejayaan. Hal itu dibuktikan dengan merebut hampir 200 keping emas untuk mengukuhkan diri sebagai raja diraja di Asea Tengara dalam bidang olahraga. Tatkala itu, kaset lagu “Indonesia Raya” sampai bergoyang saking seringnya diputar. 
                                       Daftar Negara peraih Juara Umum Sea Games

Ketika perhelatan besar itu selesai, jasa-jasa para pahlawan olahraga itu kian hari kian memudar. Perlahan-lahan mereka terlupakan, perlahan-lahan mereka terabaikan, jasa mereka tidak dihargai dan tidak dijadikan sebuah kebanggaan.
Mungkin mereka bisa diibaratkan dengan pedagang kaki lima (PKL). Mereka tak terurus secara layak dalam birokrasi negara. Dalam negara kita, pedagang kaki lima sering disebut sebagai golongan “katup pengaman”. Kala resesi melanda, kaum PKL dianggap sebagai penyelamat dan pengaman  karena tetap mampu menngerakkan roda ekonomi secara masif.
Namun dalam suasana yang sama mereka harus berlari-lari agar tak tertangkap SATPOL PP, mereka dikejar-kejar petugas keamanan, mereka tak diberi tempat yang layak, wilayah dagang mereka dikooptasi dengan mal dan gedung-gedung bisnis.
 Walau tidak seburuk demikian, namun seperti itulah gambaran yang dialami para pahlawan olahraga itu. Ketika mereka berlatih, sulitnya mendapatkan biaya pelatihan yang lebih profesional. Ketika mereka diarena, tangan-tangan birokrasi dan finansial kurang memadai. Ketika mereka selesai mengharumkan nama bangsa, cucuran keringat hanya dibalas dengan bonus ketika mereka menjadi jawara. Lebih parah lagi, ketika kekalahan menerpa, kecaman publik akan bertubi-tubi datang. Bahkan, mereka sering dijadikan kambing hitam penyebab kekalahan.
Semakin jauh kita meninggalkan perhelatan akbar itu maka cucuran keringat mereka akan semakin ditinggal, mereka dilupakan, mereka ditelantarkan. Mereka hanya dijadikan pahlawan dimusim gemilang.
Negara, dalam hal ini pemerintah, layak berterima kasih kepada para pahlawan olahraga yang sudah mengharumkan nama bangsa di panggung internasional tersebut. Atas jasa yang telah tertoreh, tidak sepantasnya kita memarginalkan mereka ketika tenaga kuat itu menjadi lemah. Negara tak seharusnya meninggalkan mereka, ketika keringat deras itu tak lagi dikucurkan. Negara mestinya tidak melupakan mereka ketika sarung tangan tak dipasang lagi. Sebab hidup mereka praktis hanya didedikasikan untuk negara.
 Lukisan ilustrasi Pahlawan Indonesia

Bukan hanya saat mereka gemilang, melainkan juga ketika mereka tak lagi mampu berlari, berlomba, dan bertanding. Negara sepatutnya  memperhatikan kehidupan atlet selepas mereka mengakhiri pengabdian diberbagai arena.
Sambil bernostalgia dalam kegemilangan dunia olahraga Indonesia di Ajang SEA Games, para penentu kebijakan dan birokrat negeri ini hendaknya mulai memikirkan dan bergerak mempersiapkan kehidupan para pahlawan olahraga Indonesia dimasa mendatang. Sebab para penentu kebijakan dan birokrat negeri ini juga menikmati sorotan lampu berkat penampilan cemerlang para pahlawan olahraga itu.

Penulis adalah Ade Saputra Piliang
Mahasisiwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta asal Kampar -Riau 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar