Pada
tanggal 13 April 2012, masyarakat Bandur Picak Kecamatan Koto Kampar Hulu
menikmati dengan penuh suka cita acara tasyakuran dan peresmian lokal baru
Pondok Pesantren Miftahul Mu’arif, Desa Bandur Picak. Kegembiraan itu ditambah
lagi dengan hadirnya orang nomor wahid di negeri Serambi Mekkahnya Riau itu,
yakni bapak Bupati Kampar, H. Jefri Noer.
Tidak
bisa dipungkiri, letak desa Bandur Picak sungguh berada jauh terisolir dari
ibukota kabupaten Kampar. Hal ini bisa dibuktikan dengan terdapatnya Kabupaten
Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat sebagai
batas yang mengelilingi desa tersebut dari sebelah Barat dan Utara .
Jauh
dari ibukota pemerintahan adalah salah satu indikasi untuk jauh juga dari
pembangunan yang membanggakan. Ini bisa dilihat dengan jalan desa kami yang
selalu berlobang dan berlumpur, bahkan kondisi jalan yang seperti ini tidak
hanya di desa kami saja, namun telah menjalar ke seluruh kecamatan Koto Kampar
Hulu. Yakni, ketika musim hujan datang, air siap membanjiri setiap sudut jalan
raya.
Keadaan ini diperparah lagi dengan lampu PLN
yang mengalir di Kecamatan kami pada umumnnya tersendat-sendat alirannya. Bahkan,
tidak jarang listrik kami mati seharian total. Kami yang seharusnya dianak
emaskan karena sungai yang melintasi desa kami dijadikan waduk pembangunan
pembangkit listrik tersebut, malah harus menerima kenyataan untuk dianak
tirikan.
Kadatangan
bapak Bupati adalah sebuah langkah awal untuk pembangunan yang lebih baik di
tempat kami. Kami yakin dan percaya kedatangan bapak kesini, berbaur bersama
kami, duduk dan makan bersama kami, adalah salah satu bukti nyata bapak peduli,
salah satu tanda bapak mau menyelami keluh-kesah kami.
Dalam sebuah ceramahnya, Ust Yusuf Mansur
pernah mengatakan “Kenapa seseorang enggan untuk bersedekah? Karena dia tidak
pernah merasakan miskin”. Kalau kita analogikan kepada sebuah pemerintahan,
kenapa para pejabat di pemerintahan pelit dalam memberikan bantuan? Itu tidak lain dan tidak
bukan, karena mereka hanya menunggu dibalik meja. Mereka tidak pernah berbaur
dan merasakan rintihan perih masyarakatnya.
Sekarang
penentu kebijakan itu telah datang menemui kami, telah menyaksikan lobang dan
berlumpurya jalan kami, telah mendengarkan keluhan anak cucu kami, merasakan
dan melihat terisolirnya desa kami. Maka, kami yakin pembangunan yang kami
idam-idamkan akan segera terwujud.
Terima
kasih bapak Bupati, terimah kasih telah datang ke tempat kami, terima kasih
telah mendengarkan ratapan nasib kami, terima kasih telah merasakan pedihnya
penderitaan kami, terima kasih telah menyelami dan berbaur bersama kami. Semoga
dengan bapak melihat langsung kondisi kami, rasa prihatian selalu tergugah
untuk memperhatikan nasib kami.
Ket: Tulisan ini dimuat di Koran Riau Pos pada tanggal 17 April 2012 ( http://www.riaupos.co/opini.php?act=full&id=848&kat=3)
alhamdulillah........
BalasHapus