Selasa, 13 November 2012

Sarjana Pendusta Agama


Dalam sambutan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menggritik para sarjana yang tidak mampu memberikan manfaat terhadap orang lain. Seorang sarjana mestinya punya kontribusi yang tidak sedikit bagi masyarakat sekitarnya. Orang yang telah dikukuhkan sebagai insan yang memiliki pengetahuan yang luas sesuai dengan makna toga yang dijunjung selayaknya selalu berada dalam garis terdepan dalam membela dan melindungi masyarakat.
Suara nyaring yang sering terdengar ketika mereka berdemonstrasi di berbagai lembaga Negara dulu, mestinya mampu dipraktekkan tatkala mereka telah berada dalam lingkaran masyarakat itu sendiri. Bukan malah ikut tergiring ke dalam lingkaran setan yang tidak mau memikirkan masyarakat kecil. Alhasil, Janji Prasetya yang diucapkan ketika upacara wisuda hanya akan menjadi simbolik dan tak bermakna.
Yang lebih naas lagi, dulu mereka mendemo oknum Negara yang besipat korup dan nepotisme, sekarang mereka didemo mahasiswa karena terliat praktek korup tersebut.
Acara wisuda yang mengangkat tema “Aktualisasi Kesalehan Sosial Untuk Kejayaan Bangsa” itu sangat mengaharapkan peran sarjana yang dilantik untuk berkiprah lebih giat lagi di masyarakat. Para wisudawan/i dituntut memberikan corak yang lebih baik dalam masyarakat, mereka mesti berinopasi dan berkreasi untuk kemaslahatan umat, bukan hanya tertuju melamar pekerjaan kesana-kemari yang berujung pada “penggadaian ijazah” mereka ke perusahaan-perusahan yang belum tentu berpihak kemasyarakat.
Mereka menjalankan loyalitas yang sangat berkualitas untuk memajukan perusahaan tempat mereka beraktifitas,  namun selalu menutup mata dan telinga walau sering melihat dan mendengar hubungan perusahaan tempat mereka bekerja kepada masyarakat sekitar tidak berjalan harmonis. Bahkan terkadang telah bersikap menindas.
Dalam konteks beragama, ternyata kesalehan sosial mampu menambal kekurangan yang ada pada kesalehan spritual, tengok saja ketika musim Haji tiba, berapa banyak jemaah haji yang membayar “dham” karena kurang sempurna menunaikan sarat atau rukun haji.
Ketika Ramadhan menjelma juga demikian adanya, berapa banyak yang mesti membayar satu mud makanan pokok karena tak mampu menunaikan kewajiban puasa. Apakah kendala itu karena menyusui atau sudah tua renta? Yang jelas ketika mereka sudah tidak mampu melakukan kesalehan spritual maka mesti ditambal dengan kesalehan sosial.
 Sebagai sarjana yang telah dikukuhkan dengan pakaian toga yang dibanggakan, semestinya kemanfaatan social menjadi niat awal dalam memasuki gerbang kehidupan bersama masyarakat. Sarjana mesti berbaur dan mencari cela-cela agar keberadaannya di masyarakat benar-benar bermanfaat.
Sebab ketika para sarjana telah lupa menjalankan misinya sebagai ujung tombak kebermanfaatan bagi masyarakat, maka samalah dia seperti sarjana pendusta agama. Mereka mengerti agama tapi abai dalam mempraktekkanya. Mereka punya kuasa untuk menjaga dan membantu masyarakat tapi enggan untuk melakoninya.
Dalam bahasa agama menyebutkan pendusta agama dengan ciri-ciri mereka yang suka menghardik anak yatim dan tidak mau menganjurkan dan memberi makan orang-orang miskin (QS: Al-ma’uun). Artinya orang-orang yang kebermanfaatannya secara social tidak terlihat maka dia adalah pendusta agama. Ketika sarjana tidak mampu memberi manfaat kepada masyarakat maka dia adalah bagian dari pendusta agama.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar